Perang Dunia III Dipicu dari Perang di Dunia Maya. Benarkah?
Badan Telekomunikasi PBB menyatakan bahwa perang dunia III bisa terjadi di dunia maya. Negara-negara di dunia diminta untuk waspada dan membekali diri dengan sistem pertahanan yang mumpuni.
"Perang dunia berikutnya bisa terjadi di ranah maya, dan ini dapat menjadi malapetaka. Kita harus memastikan semua negara paham bahwa di perang ini tidak ada superpower," ujar Hamadoun Toure, Sekretaris Jenderal International Telecommunications Union (ITU).
"Kehilangan jaringan vital dapat melumpuhkan secara cepat setiap negara, dan tidak ada yang kebal terhadap serangan cyber," tambah Toure dalam acara ITU Telecom World 2009, seperti dilansir oleh AFP, Kamis (8/10).
Toure menambahkan bahwa saat ini negara-negara mengandalkan teknologi untuk berbagai bidang seperti keuangan, kesehatan, layanan darurat, distribusi makanan. Seiring dengan meningkatnya keterikatan dengan teknologi, khususnya internet, serangan cyber juga mengalami peningkatan.
Salah satu serangan yang sering dilakukan dedemit maya adalah phising untuk mendapatkan password atau juga dengan cara membobol jaringan keamanan.
Oleh karena itu, setiap negara hendaknya membekali diri dengan sistem pertahanan yang mumpuni supaya tidak mudah dilumpuhkan. Untuk mengantisipasi serangan cyber, Departemen Keamanan AS mengumumkan akan menggaji seribu ahli keamanan IT baru.
Sementara itu, Korea Selatan mengumumkan akan melatih 3000 polisi cyber tahun depan. Lalu bagaimana dengan Indonesia?
Perang melalui dunia maya (cyber warfare) menjadi tren baru bagi negara-negara kuat yang ingin menghancurkan negara lain, yang dianggap menjadi target. Karena itu, masalah cyber security menjadi ancaman paling rawan saat ini.
Karena itu, tiap negara dituntut untuk meningkatkan kemampuannya dalam mengantisipasi serangan cyber. “Indonesia harus mampu mengantisipasi dan melindungi semua yang bersifat nonfisik itu. Ancaman itu sudah masuk,”.
Medan Perang di Dunia Maya
Tindakan kriminal di dunia maya belakangan mulai merajalela. Aktor terbesar adalah negara dan dinas rahasia yang memiliki dana nyaris tidak terbatas. Sebaliknya pemain kelas kacang berkutat di pasar gelap
Pesawat bisa dijatuhkan dari langit, pabrik kimia dan pembangkit listrik tenaga nuklir bisa dimanipulasi. Serangan-serangan di dunia maya oleh teroris dan dinas rahasia belakangan mulai merebak. "Ada kasus-kasus, di mana produsen piranti lunak dan Hacker bisa memanipulasi sistem pembangkit listrik nuklir hingga nyaris terjadi malapetaka," kata Sandro Gaycken, pakar keamanan komputer di departemen matematika dan informatika Free University di Berlin.
Gaycken tidak cuma menangani perusahaan swasta tetapi juga institusi pemerintaha di banyak negara. Bidang kerjanya mencakup perang dan keamanan dunia maya. Ia yakin, sekitar 500 anggota kepolisian dan pakar keamanan yang dikumpulkan oleh Jawatan Kriminal Federal di Wiesbaden akan mengerti dimensi perang tersebut.
"Kita khawatir kelompok tertentu berusaha menyeret negara-negara lain ke dalam konflik di Timur Tengah," katanya yang menggambarkan dimensi perang cyber dalam bukunya "Cyberwar".
Pentagon Deklarasikan "Dunia Maya" Sebagai Wilayah Perang
sebuah rencana yang sudah lama dijanjikan oleh markas besar pertahanan AS itu.
Dalam rencana pengamanan itu, Pentagon menyatakan bahwa dunia maya atau internet merupakan salah satu wilayah perang mereka. Namun, Pentagon tidak secara khusus menjelaskan bahwa militer AS akan menggunakan jaringan internet untuk melakukan serangan ofensif.
Dalam perencanaan awal, Pentagon menyarankan peningkatkan kemampuan untuk menggagalkan serangan dari negara atau kelompok lain, dengan cara membentuk gugus tugas pengaman cyber dan bekerja sama dengan sektor-sektor swasta.
"Seperti perusahaan-perusahaan dan pemerintahan federal, militer juga bergantung pada fungsi internet," demikian pernyataan Departemen Pertahanan AS ketika itu. Militer AS memanfaatkan jaringan internet untuk hampir semua keperluan, mulai dari melakukan operasi militer dan berbagi data intelelijen di lingkungan dalam kemiliteran.
Disebutkan pula bahwa jaringan internet Departemen Pertahanan dan negara AS pada umumnya, masih sangat rentan. Ketergantungan AS pada internet masih belum diimbangi dengan kemampuan yang mapan untuk menjaga keamanan jaringan.
Sumber : kompas,vivanews,kaskus,wikipedia
Tidak ada komentar: