Menelusuri Tokoh Yahudi Dibalik Tragedi Holocaust Dan kontroversiya
Karl Haushofer adalah Seorang Profesor Yahudi yang terkenal dengan teori “The Heartland Theory” dan merupakan teman akrab dari pemimpin Nazi Adolf Hitler, dari situ Haushofer bisa mempengaruhi Hitler dengan menyodorkan teori-teorinya, diantaranya teori geopolitik dan juga teori ras unggul bangsa Arya dan yang paling mengejutkan sekaligus mengerikan Haushofer ternyata juga punya andil sangat besar dalam kasus pengejaran dan pembunuhan orang-orang Yahudi yang dilakukan Nazi-Jerman dalam Perang Dunia II yang dikenal dalam peristiwa Tragedi Holocaust.
Holocaust sendiri merupakan genosida sistematis yang dilakukan Jerman Nazi terhadap berbagai kelompok etnis, keagamaan, bangsa, dan sekuler pada masa Perang Dunia II.
Bangsa Yahudi di Eropa merupakan korban-korban utama dalam Holocaust, yang disebut kaum Nazi sebagai "Penyelesaian Terakhir Terhadap Masalah Yahudi". Jumlah korban Yahudi umumnya dikatakan mencapai enam juta jiwa. Genosida ini yang diciptakan Adolf Hitler dilaksanakan, antara lain, dengan tembakan-tembakan, penyiksaan, dan gas racun, di kampung Yahudi dan Kamp konsentrasi. Selain kaum Yahudi, kelompok-kelompok lainnya yang dianggap kaum Nazi "tidak disukai" antara lain adalah bangsa Polandia, Rusia, suku Slavia lainnya, penganut agama Katolik Roma, orang-orang cacat, orang cacat mental, homoseksual, Saksi-Saksi Yehuwa (Jehovah's Witnesses), orang komunis, suku Gipsi (Orang Rom dan Sinti) dan lawan-lawan politik. Mereka juga ditangkap dan dibunuh. Jika turut menghitung kelompok-kelompok ini dan kaum Yahudi juga, maka jumlah korban Holocaust bisa mencapai 9-11 juta jiwa.
Kembali kita ke tokoh Yahudi Karl Haushofer.
Mengapa Karl Haushofer yang seorang Yahudi bisa dengan kejamnya menghasut Nazi untuk melakukan pembantaian terhadap kaumnya sendiri?. Apa alasan dibalik pembantaian tersebut?.
Karl Ernst Haushofer lahir di Munich, Bavaria (Jerman), pada 27 Agustus 1869. Dia terlahir dari keluarga Yahudi Jerman, dari pasangan Max Haushofer, seorang ekonom, dan Frau Adele Haushofer.
Pada masa mudanya Haushofer di kenal oleh teman-temannya dan juga Martha Mayer Doss yang akhirnya menjadi istri dari Haushofer sebagai pemuda yang berpikiran sangat kritis, mengenyam pendidikan sampai tingkat atas. Lulus dari sekolah tingkat atas, Karl muda mendaftar sebagai tentara Bavaria. Karir di dinas ketentaraan, Karl menamatkan pendidikan di Lembaga Pendidikan Ketentaraan Bavaria (Kriegschule), Akademi Artileri (Artillerieschule), dan Bavarian War Academy (Kriegsakademie). Kemudian tahun 1896 Karl muda menikah dengan Martha Mayer Doss, juga seorang Yahudi.
Setelah menikah Haushofer meneruskan pendidikannya hingga menjadi perwira tinggi dan berdinas di Angkatan Perang Kerajaan Jerman dean karena kecakapannya karir Haushofer melejit hingga menduduki jabatan sebagai Staff Corp di tahun 1899. Bahkan pada tahun 1903, Karl Haushofer diangkat menjadi tenaga pengajar di Bavarian Kriegsakademie.
Tahun 1908, Haushofer dikirim ke Jepang guna mempelajari sistem ketentaraan di negeri Matahari Terbit itu. Di Jepang, Haushofer juga didaulat menjadi instruktur resimen artileri tentara Nippon. Dari Jepang, Haushofer yang menguasai banyak bahasa asing selain Jerman, seperti Inggris, Perancis, dan Rusia, ditugaskan melawat ke beberapa negara Timur Jauh seperti Korea, India, Tibet, Cina dan beberapa negara Asia lainnya.
Selama bertugas di Timur Jauh inilah, Haushofer yang memang telah lama tertarik dengan ajaran-ajaran mistis dari Timur melanjutkan penelitiannya. Dia juga menerjemahkan beberapa literatur Budhisme dan Hindu. Menurut sejumlah peneliti, ketertarikan Haushofer terhadap ajaran mistis-esoteris bukan tanpa sebab. Latar belakang keluarganya dipercaya memang telah bersentuhan dengan hal-hal seperti ini. Haushofer merupakan salah satu tokoh dari sebuah persaudaraan mistis pemuja setan yang lebih di kenal dengan ajaran Kabbalah, inilah yang membentuk kepribadian Karl Haushofer.
Dari perjalanannya keliling Timur Jauh inilah, Haushofer kemudian memperkenalkan sebuah Teori Geo-Politik yang dinamakan “The Heartland Theory” yang intinya berbunyi: “Siapa pun yang bisa menguasai Heartland maka ia akan mampu menguasai World Island”.
Heartland atau jantung bumi menurut Haushofer merupakan sebutan bagi wilayah Asia Tengah, dan World Island mengacu pada kawasan Timur Tengah. Kedua kawasan itu merupakan kawasan kaya minyak bumi dan juga gas.
Teori ini sesungguhnya bukan otentik dari Haushofer, namun adaptasi dari Sir Alfrod McKinder (1861-1947), seorang pakar geopolitik asal Inggris terkemuka abad ke-19.
Yang pada masa sekarang ini oleh seorang sarjana Amerika bernama Nicholas Spykman, menambahkan teori ini dengan mengatakan, “Siapa pun yang bisa menguasai World Island, maka ia menguasai dunia.”
Jadi apa yang kita lihat saat ini di Milenium ketiga, bahwa teori ini juga dianut oleh Gedung Putih dan merupakan tujuan bagi masa depan Amerika, sehingga bisa kita ketahui beberapa presiden Amerika dimulai dari Bush sampai Obama mereka berambisi menguasai Afghanistan, Irak, dan negeri-negeri sekitarnya melalui teori tersebut.
Bagaimanakah Karl Haushofer bisa menjadi otak dari peristiwa Holocaust yang mengerikan tersebut?.
Karl Haushofer dikenal dekat dengan perwira-perwira Jerman, bahkan dikabarkan berkawan akrab dengan dua tokoh Nazi, Adolf Hitler dan Sekretarisnya, Rudolf Hess. Kepada Hitler, Haushofer menyodorkan teori geopolitik dan juga teori ras unggul bangsa Arya.
Buku karangan Hitler yang diasisteni Hess berjudul “Mein Kampf” (Perjuanganku, 1926)—buku ini menjadi buku suci Partai Nazi—dilatarbelakangi teori yang dikemukakan Haushofer. Menurut Haushofer, agar bangsa Jerman bisa menjadi bangsa terkuat di dunia, maka ras Arya harus memurnikan dirinya dan menyingkirkan semua orang Jerman yang bukan berasal dari ras ini. Teori Charles Darwin yang juga seorang Yahudi pun dikemukakan oleh Haushofer sehingga Adolf Hitler menjadi semakin jatuh dalam pengaruhnya.
Berkat pengaruh dari Haushofer inilah, ketika Nazi berkuasa, maka dilakukan pemurnian ras Arya secara besar-besaran. Semua orang Jerman yang bukan berasal dari ras ini dikejar-kejar dan dihancurkan, secara khusus orang Yahudi yang memang banyak mendiami wilayah Jerman menjadi target utama.
Masa lalu Hitler yang memiliki hubungan yang buruk dengan orang Yahudi menambah kebenciannya terhadap bangsa yang satu ini. Secara diam-diam Haushofer memprovokasi Hitler agar terus mengejar dan mengusir orang-orang Yahudi dari Jerman dan kawasan sekitarnya.
Mengapa seorang Haushofer yang juga Yahudi Jerman berbuat seperti ini?.
Jawabannya bisa ditemukan dalam sebuah pertemuan rahasia 13 keluarga berpengaruh Yahudi di Judenstaat, Frankfurt, Bavaria, di kediaman Sir Mayer Amschell Rothschild pada tahun 1773. Saat itu Rotshchild melontarkan dua rencananya.
Pertama, menyusun 25 program penguasaan dunia yang kemudian kita kenal sekarang sebagai Protokolat Zionis.
Yang kedua, Rotshchild menyebut nama Adam Weishaupt—seorang mantan Yesuit—untuk mendirikan dan memimpin organisasi konspiratif modern bernama Illuminati.
Pertemuan Frankfurt ini menyepakati, mereka harus menemukan kembali harta karun King Solomon yang mereka yakini terbenam dalam reruntuhan Haikal Sulaiman yang ada di bawah Masjidil Aqsha di Yerusalem. Caranya adalah dengan merebut Yerusalem dari tangan bangsa Palestina yang sudah ribuan tahun mendiaminya.
Karena itu seorang tokoh Yahudi bernama Theodore Hertzl ditugaskan menemui Sultan Abdul Hamid II yang kala itu menjadi Khalifah Turki Utsmaniyah agar mau menyerahkan Tanah Palestina bagi bangsa Yahudi. Sultan Abdul Hamid II menolak mentah-mentah permintaan ini walau kemudian Hertzl mengiming-imingi Sultan dengan harta berlimpah. Namun dengan keteguhannya Sultan Abdul Hamid II tidak bergeming sedikit pun. “Selama jantungku masih berdetak dan darahku masih mengalir, aku haramkan Tanah Palestina bagi kalian wahai Yahudi, ” demikian jawaban dari Sultan Abdul Hamid II.
Akibatnya Hertzl dan petinggi Yahudi geram dan membuat satu strategi untuk meruntuhkan khilafah dengan memunculkan seorang Turki Muda bernama Mustafa Kemal Attaturk. Dengan kekejian dan kelicikannya Sultan Abdul Hamid II pun tersingkir. Kekhalifahan Turki Utsmani dibubarkan, dan Mustafa Kemal Attaturk menjadi pemimpin Turki dan mensekulerkan negeri itu. Satu penghalang telah tumbang. Walau demikian Yerusalem belum bisa diduduki.
Theodore Hertzl kemudian menyelenggarakan Kongres Internasional Zionisme (1897) yang diselenggarakan di Basel, Swiss. Kongres ini menyepakati bahwa seluruh Yahudi-Diaspora, istilah bagi orang-orang Yahudi yang masih terserak di seluruh dunia, agar secepatnya melakukan imigrasi ke Promise Land atau yang menurut mereka Kota Suci Yerusalem. Seruan Kongres Internasional Zionis ini tidak ditanggapi dengan antusias. Banyak keluarga Yahudi yang sudah mapan di Eropa dan Amerika enggan pindah ke Yerusalem. Meraka menolak seruan itu walau para ketua Zionis memaksanya.
Akhirnya tidak ada jalan lain, imigrasi Yahudi ke Palestina harus melalui jalan paksaan. Harus ada satu kondisi yang memaksa orang-orang Yahudi-Diaspora agar mau pindah ke Palestina.
Dan tugas tersebut ada pada Karl Haushofer yang di anggap sangat mengusai keadaan pada masa itu.
Akhirnya Haushofer berhasil dengan gemilang mendekati Hitler dan kemudian—tanpa disadari—ulah Nazi mengejar-ngejar orang Yahudi mengakibatkan banyak orang Yahudi yang kabur dari negerinya dan berbondong-bondong ke Palestina.
Namun ini yang sangat menyesakkan bagi bangsa Yahudi Eropa, bagaimana mungkin seorang Karl Haushofer yang berdarah Yahudi mampu melakukan pembantaian berdarah terhadap kaumnya sendiri melalui tentara Nazi karena alasan untuk menduduki tanah Palestina.
Seperti yang telah dikemukakan oleh Norman Finkeltstein dalam “The Holocaust Industry” atau Frederich Toben, peristiwa Holocaust sesungguhnya didalangi oleh kaum Zionis-Yahudi guna memaksa orang-orang Yahudi lainnya agar mau pindah ke Palestina, lewat tangan Adolf Hitler.
Bahkan Norman Finkelstein yang juga berdarah Yahudi menentang cara-cara kotor Zionis ini. Dalam bukunya, Finkelstein membongkar mitos Holocaust dan menyebutnya sebagai proyek pemerasan yang dilakukan Zionis terhadap negara-negara Eropa dan juga dunia, dengan mengorbankan kaum Yahudi Eropa yang sebenarnya enggan untuk ke Palestina.
Namun tidak sedikit yang beranggapan kalau Holocaust hanya sebuah peristiwa yang diciptakan untuk tujuan tertentu. Pengingkaran holocaust atau holocaust dinilal adalah kepercayaan bahwa Holocaust tidak pernah terjadi, atau jauh lebih sedikit dari 6 juta orang Yahudi yang dibunuh oleh Nazi; dan bahwa tidak pernah ada rencana terpusat untuk memusnahkan bangsa Yahudi; atau bahwa tidak ada pembunuhan masal di kamp-kamp konsentrasi.
Mereka yang percaya akan hal ini biasanya menuduh bangsa Yahudi atau kaum Zionis mengetahui hal ini dan mengadakan konspirasi untuk mendukung agenda politik mereka. Karena Holocaust dianggap ahli-ahli sejarah sebagai salah satu kejadian paling banyak didokumentasikan dalam sejarah, pandangan-pandangan ini tidak dianggap kredibel, dengan organisasi-organisasi seperti American Historical Association mengatakan bahwa Holocaust denial sebagai "at best, a form of academic fraud."
Ini yang membuat pernyataan holocaust denial di muka umum merupakan pelanggaran hukum di sepuluh negara Eropa, termasuk Perancis, Polandia, Austria, Swiss, Belgia, Romania, dan Jerman.
Holocaust deniers lebih suka disebut Holocaust "revisionists". Kebanyakan ahli sejarah mengatakan bahwa istilah ini menyesatkan. Historical revisionism adalah bagian dari ilmu sejarah; yaitu penyelidikan ulang dari accepted history (sejarah yang sudah diterima secara umum) dengan tujuan untuk lebih memperjelas peristiwa tersebut. Sebaliknya, negationist dapat secara sengaja menggunakan catatan sejarah yang salah; seperti ditulis Gordon McFee: "Revisionists depart from the conclusion that the Holocaust did not occur and work backwards through the facts to adapt them to that preordained conclusion. Put another way, they reverse the proper methodology ... thus turning the proper historical method of investigation and analysis on its head."
Public Opinion Quarterly juga menyimpulkan: "Tidak ada ahli sejarah terkemuka yang mempertanyakan kenyataan Holocaust, dan mereka yang mendukung Holocaust denial kebanyakan adalah anti-Semit dan/atau neo-Nazi”.
Holocaust denial sangat populer dalam penentang-penentang Israel dari kaum Muslim karena memang banyak bukti yang dikeluarkan oleh ilmuwan barat sendiri yang menjelaskan kebohongan holocaust ini.
Disertasi doktor Mahmoud Abbas, Presiden Palestina, meragukan bahwa kamar gas digunakan untuk membunuh orang-orang Yahudi dan mengatakan bahwa jumlah orang Yahudi yang dibunuh dalam Holocaust kurang dari 1 juta jiwa. Abbas belum pernah menyatakan pandangan ini sejak ditunjuk menjadi Perdana Menteri Palestina pada tahun 2003, dan telah membantah bahwa ia adalah seorang Holocaust denier.
Pada akhir 2005, presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad menggambarkan Holocaust sebagai "mitos pembantaian orang Yahudi."
Sebenarnya dari kalangan ilmuwan barat sendiri ada beberapa yang menyangkal adanya Holocaust, di antaranya: Pengarang Perancis Roger Garaudy, Professor Robert Maurisson, Ernst Zundel, David Irving, dll. tetapi hampir semuanya dinyatakan bersalah dan dijebloskan kedalam penjara termasuk Pada 15 Feb 2007, Ernst Zundel seorang Holocaust denier dihukum 5 tahun penjara . Seorang pengacaranya, Herbert Schaller, menghujah bahwa semua bukti tentang adanya Holocaust hanya berdasarkan pengakuan korban-korbannya saja, bukan berdasarkan fakta-fakta yang jelas. Ernst Zundel ini juga pernah ditahan pada tahun 1985, dan 1988 dalam kasus yang sama.
Semua hal di atas sangat kontras dengan slogan negara-negara barat sendiri yang menyatakan kebebasan berpendapat apalagi disertai bukti-bukti ilmiah tentang kebohongan Holocaust terutama digunakannya kamar gas oleh Nazi di Polandia, tetapi begitu menyinggung masalah yang menggugat hal ini mereka langsung memberangus habis penentang-penentangnya sehingga banyak kalangan menilai adanya lobby Yahudi yang berdiri dibelakangnya dalam mempengaruhi putusan pengadilan.
Sumber : wikipedia, hx forum, inter phonsel dan dari sumber lainnya
Tidak ada komentar: